Senin, 02 September 2024

Kembang Bangkai, Walur, atau Acung: Keberagaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Tropis yang Menarik

 


Kembang Bangkai, Walur, atau Acung: Keberagaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Tropis yang Menarik

Kembang bangkai (Amorphophallus variabilis), juga dikenal dengan berbagai nama lokal seperti walur, acung, dan kembang bangké, adalah anggota genus Amorphophallus yang menarik dan unik. Meski kurang dikenal dibandingkan kerabat dekatnya, suweg dan iles-iles, kembang bangkai menyimpan beragam karakteristik dan potensi pemanfaatan yang menarik untuk dipelajari. Mari kita eksplorasi lebih dalam tentang tumbuhan yang sering ditemukan di pekarangan-pekarangan di Jawa dan Sumatra ini.

Pengenalan Kembang Bangkai

Kembang bangkai adalah tumbuhan herba yang memiliki umbi sebagai bagian utama. Tanaman ini dikenal karena tampilannya yang mencolok dan fase vegetatifnya yang variatif. Tinggi tanaman dapat mencapai antara 0,3 hingga 1,5 meter dengan daun yang memiliki warna hijau, cokelat, hingga keunguan atau kehitaman, sering kali dengan belang-belang warna yang mencolok. Daun terdiri dari 1-2 helai dengan tangkai yang panjang, dan helaian daun yang membagi menjadi bagian-bagian memanjang atau lanset dengan ujung yang meruncing.

Fase Vegetatif dan Struktur Bunga

Pada fase vegetatifnya, kembang bangkai menunjukkan karakteristik yang bervariasi. Daun tumbuhan ini sering kali memiliki tampilan loreng yang menambah keunikan visualnya. Setelah fase vegetatif, tanaman ini akan memproduksi bunga dalam bentuk tongkol yang berdiri sendiri, memiliki tangkai panjang dan langsing. Seludang bunga berbentuk segitiga memanjang dengan ujung runcing, sedangkan tongkol bunga yang muncul dapat memiliki panjang antara 6 hingga 46 cm dan diameter 1 hingga 5 cm.

Bunga kembang bangkai memiliki perbedaan mencolok antara bagian betina dan jantan, dengan bunga betina yang duduk mulai dari pangkal, berwarna hijau, dan bunga jantan berwarna kuning yang lebih panjang. Puncak tongkol tidak membulat seperti pada iles-iles, melainkan memanjang, sehingga tanaman ini sering dikenal dengan nama "acung" yang berarti 'panjang' dalam bahasa lokal.

Buah dan Penampilan Tongkol

Tongkol bunga menghasilkan buah buni yang berjejal-jejal, berwarna merah jingga, dan berbiji 1-2 per buah. Buah-buah ini menambah daya tarik estetika dari tanaman yang sering kali dijumpai di pekarangan atau kebun.



Manfaat dan Penggunaan

Meskipun umbi kembang bangkai seringkali kurang populer dibandingkan suweg dan iles-iles, umbi ini memiliki beberapa manfaat. Umbi berwarna kuning ini memiliki rasa yang gatal di mulut jika dimakan mentah, sehingga sering kali tidak dikonsumsi kecuali dalam keadaan darurat. Pada tahun 1925, ketika terjadi paceklik, masyarakat Hindia Belanda (sekarang Indonesia) terpaksa memakan umbi ini dengan cara mengirisnya kecil-kecil, merebusnya, dan mengonsumsinya.

Di wilayah Jogya dan Solo, umbi kembang bangkai kadang-kadang ditanam dan diolah dengan cara diparut atau ditumbuk sebelum dimasak dalam daun pisang. Umbi ini kaya akan mannan, suatu jenis karbohidrat yang dapat digunakan untuk membuat konnyaku, sebuah bahan makanan Jepang yang sering dijumpai dalam berbagai hidangan.

Selain umbi, daun kembang bangkai juga memiliki pemanfaatan. Daun-daun ini sering digunakan sebagai pakan ikan gurami di kolam-kolam, dan di Jakarta pada masa lalu, daun, tongkol buah, dan tangkai daun serta buah yang dikikis kulitnya dimasak sebagai sayuran.


Kembang bangkai (Amorphophallus variabilis) adalah tumbuhan dengan keunikan dan potensi yang sering kali terlewatkan. Meskipun pemanfaatannya tidak sebanyak kerabat dekatnya, suweg dan iles-iles, kembang bangkai menawarkan berbagai manfaat praktis dan memiliki tempat khusus dalam kebudayaan lokal. Dari umbi yang memiliki rasa khas hingga daun yang berguna sebagai pakan ikan, setiap bagian dari tanaman ini memiliki peran dan nilai yang layak untuk diapresiasi.

0 komentar:

Posting Komentar